Konten Fisika Berkonteks Kearifan Lokal

Konten Fisika Berkonteks Sistem Satuan Tradisional Bali

Terkait dengan bahasan satuan, dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk masyarakat Bali ada beberapa satuan yang telah digunakan yang sifatnya “unik” dan merupakan satuan “local genius” yang dikenal dengan sistem “sikut”. Sistem “sikut” ini terdiri dari satuan “tapak”, “tapak ngandang”, “jengkal”, “depa agung”, “depa madya”, amusti”, “rai”, “hasta”, dan “nyari”. Sistem ini berkaitan dengan satuan panjang. Sistem “sikut” banyak digunakan dalam menentukan ukuran tata ruang bangunan adat Bali yang mengikuti aturan “Kosala-kosali” dan “Astha Bumi” (Bija, 2000, Mayun, 1986, Wikipedia, 2007, Budiarso, 2007). Bangunan adat Bali. Demikian yang lengkap terdiri dari : “dapur”, “bale dangin” (bangunan dengan sistem “saka” atau sistem tiang, letaknya pada bagian timur) berfungsi untuk aktivitas upacara dan pembuatan upakara, “meten” atau bangunan untuk tempat keluarga tidur dengan bangunan “stil Bali” letaknya pada bagian utara, dan “Jineng”/”lumbung”/”klumpu” juga bangunan sistem “saka” yang dilengkapi dengan tempat penyimpanan beras atau gabah, letaknya di bagian barat, serta tempat suci keluarga letaknya di bagian timur laut, sumur di bagian barat laut, dan kamar mandi/wc di bagian barat daya. Penentuan letak bangunan Bali ini ditentukan dengan “sistem sikut” seperti: berapa jaraknya dapur dengan “jineng”, berapa jarak “jineng” dengan “meten”, berapa jarak “meten” dengan dapur. Di samping itu dalam pembangunan tempat suci seperti pura dengan beberapa banguan suci seperti candi, padmasana, meru, dan sebagainya mengikuti ketat aturan kosala-kosali dengan tata ruang “sistem sikut”.

Beberapa jenis satuan panjang tradisional Bali yang sering digunakan:

  • Hasta=ukuran dari pergelangan tangan sampai siku.
  • depa alit = rentangan kedua tangan, dengan jari-jari tergenggam.
  • depa agung= rentangan kedua tangan, dengan jari-jari terbuka.
  • apanyujuh (=tangan direntangkan ke atas, yakni dari telapak kaki sampai dengan ujung tangan))
  • apangadeg (=setinggi badan)
  • apajengking (=tangan bercekak pinggang)
  • rai (4 ruas jari)= ±10 cm.
  • amusti =±15 cm (setinggi genggaman tangan sampai ke ujung ibu jari ditegakkan)
  • tapak = 27 cm
  • tapak ngandang =± 8,5 cm
  • Guli madu = ± 4,4cm

Aplikasi penggunaan “Sistem Satuan Tradisional Bali”

Aplikasi penggunaan satuan panjang ini seperti dalam pengukuran pekarangan, sempadan, pengukuran tata letak bangunan tradisional Bali, dan pengukuran komponen-komponen bangunan.

 

1) Pengukuran pekarangan

Dalam pengukuran pekarangan rumah beberapa penetapan dari lontar asta kosali (Bija, 2000, Mayun, 1986) yang mencerminkan keseimbangan atau keharmonisan dari bhuana alit dan bhuana agung, jelasnya manusia sebagai bhuana alit dan alam sebagai bhuana agung. Penetapan ukuran atau “sikut” pekarangan rumah dipakai ukuran “depa”.

 

Jenis-jenis Ukuran :

 

  • Ukuran Gajah (Hayu) : 15 depa X 14 depa (dari utara ke selatan 15 depa, dari timur ke barat 14 depa)
  • Ukuran Dwaja (Hayu) : (13 depa X 12 depa).
  • Ukuran Wireksa (Hayu) : (12 depa X 11 depa)
  • Ukuran Singa (Hayu) : (9 depa X 8 depa)

 

2) Pengukuran Sempadan

Untuk menentukan garis sempadan antara jalan dan tembok pekarangan digunakan ukuran sadepa, adepa astha, atau adepa asta musti.

Untuk menentukan garis sempadan pekarangan pura atau kahyangan, daerah bebas bangunan digunakan ukuran apanimpug (sejauh jarak lemparan), atau apangambuan (sejauh bau tercium), atau apaneleng (sejauh pandangan yang terbedakan).

 

3) Penentuan Tata Ruang Bangunan Tradisional Bali

Seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan bahwa sistem bangunan perumahan tradisional Bali terdiri dari bangunan “Meten” (dengan kontruksi “sakutus”) letaknya pada bagian utara pada pekarangan rumah, bangunan “Bale Gede” letaknya di bagian selatan, bangunan “Paon” (dapur) letaknya di bagian barat daya. Tata ruang bangunan perumahan tradisonal Bali ini mengikuti aturan sebagai berikut.

  • Bangunan “Meten” (dengan kontruksi “sakutus”) letaknya pada bagian utara pada pekarangan rumah.
  • Bangunan “Bale Gede” (dengan kontruksi “sakaroras”)letaknya di bagian selatan. Bale Gede ini jaraknya 10 tampak + 1 tampak ngandang dari “Sakutus”.
  • Dapur letaknya di bagian barat daya. Dapur ini jaraknya 6 tampak + 1 tampak ngandang dari “Bale Gede”.
  • Lumbung jaraknya 17 tampak + 1 tampak ngandang ke timur laut dari “Dapur”.

 

4) Penentuan ukuran “Saka” Bangunan Tradisional Bali

Dalam pembuatan tiang atau “saka”. Untuk bangunan tradisional Bali, ada beberapa sistem satuan “tradisional” yang digunakan seperti “rai”, “asirang”. Misalnya: panjang tiang (“saka”) berkisar 19 – 23 “rai” dengan pelebih yang disebut pengurip.

Satuan “rai” banyak digunakan untuk menentukan lebar suatu “saka”. Satuan rai untuk menyatakan lebar sisi penampang tiang.

Untuk menentukan diagonal penampang tiang (“saka”) digunakan ukuranasirang” ditambah pengurip bervariasi dari tebal ruas sela di antara ruas-ruas jari.

Lebar ruangan ditentukan oleh panjang “saka”, Jarak tiang (saka) ke saka ke arah panjang adalah sepanjang tiang ditambah pengurip. Jarak tiang (saka) ke saka ke arah lebar adalah 2/3 panjang tiang ditambah pengurip.